Langsung ke konten utama

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA TIGA KERAJAAN BESAR


SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA TIGA KERAJAAN BESAR
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen : Heri Gunawan, S.Pd.I.,M.Ag.
Disusun Oleh:
Hana Qonitah (1172050040)
Ilham Fuji S  (1172050046)
Irfan Irfani (1172050047)
Khairunnisa K (1172050049)
Mega N (1172050057)
Nadya Sophia (1172050065)
Nidia Winda (1172050070)
Nuri Krisdayani (1172050075)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
Pendidikan Matematika
2017


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya berupa nikmat iman, islam, kesehatan dan kemampuan berfikir serta nikmat-nikmat lainnya yang tak terhitung banyaknya. Sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA TIGA KERAJAAN BESAR”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan suri tauladan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para keluarganya, para sahabatnya dan para umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, serta bertujuan agar pembaca dapat mengetahui sejarah pembentukan, kemajuan bahkan hingga kemunduran dan kehancuran dari tiga kerajaan besar yaitu, Turki Usmani, Dinasti Safawi, dan Dinasti Mughal. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberi pengetahuan bagi berbagai kalangan. Penulis tahu makalah ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya. Untuk itu penulis mohon saran serta kritik membangun dari pembaca guna dapat memperbaiki segala kekurangan ini di kemudian hari.


Bandung, November 2017



Penulis










 

DAFTAR ISI


 

 

 





 

 




BAB I

PENDAHULUAN


Islam pada zaman tiga kerajaan merupakan islam periode pertengahan, fase tiga kerajaan ini berlangsung selama 625 tahun (1299-1924). Tiga kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan Utsmani di Turki, Safawi di India.
Setelah Dinasti Abbassiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol. Kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol yang terus berekspansi terhadap kekuasaan Islam.
Keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar tersebut. Akan tetapi, kemajuan tiga kerajaan itu tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan serangan dari luar akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan kekuatan lain; kerajaan Utsmani digantikan republik Turki (1924), Safawi di Persia digantikan oleh Dinasti Qajar (1925), dan kerajaan Mughal digantikan oleh penjajah Inggris (1875-1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan umat islam “tidak berhasil “dan umat islam mengalami fase kemunduran keduan. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napolian dari Prancis tahun 1798.

















 

BAB II

ISI

A.   TURKI UTSMANI (1300-1922 M)

1.       ASAL USUL DAN PEMBENTUKAN TURKI UTSMANI
Bangsa Turki Utsmani berasal dari keluarga Qabey[1] atau dengan nama lain Kayi,[2] salah satu klan dari federasi suku al- Ghaz Turki atau suku Qayigh Oghuz,[3] yang mendiami daerah Turkistan di masa kekuasaan Raja Bighu. Karena wilayah mereka bertetangga dengan Dinasti Samani dan Dinasti Ghaznawi, lambat- laun keturunan Turki ini memeluk Islam.[4] Bangsa Turki merupakan bangsa petualang yang gemar mengembara (Nomad). Ketika singgah di Khurasan, mereka menetap dan minta perlindungan kepada Raja Khawarizmi, Jalaluddin Mangubirti. Ketika tentara Mongol menyerang dan menghancurkan Dinasti Khawarizmi, bangsa Turki di bawah pimpinan Sulaiman menyingkir dan mengembara menuju Asia Dalam. Di tengah perjalanan, Sulaiman meninggal dunia karena hanyut akibat banjir bandang di sungai Eufrat, dekat Aleppo pada tahun 1228 M.
Rombongan Bangsa Turki akhirnya terpecah dua, sebagian kembali ke Khurasan dan sebagian lagi sekitar 400 keluarga di bawah pimpinan Erthogrol, putra ketiga Utsman, melanjutkan perjalanan menuju Asia Kecil dan bergabung dengan raja Salajikah, Alauddin II, menghadapi peperangan melawan kerajaan Bizantium untuk merebut wilayah perbatasan Syria-Asia Kecil. Peperangan ini dimenangkan pihak Salajiqah dan Erthogro diberi hadiah Sogud, yaitu wilayah di perbatasan Bizantium hasil jarahan ini serta memberikan wewenang untuk mengadakan ekspansi.[5]Kemudian Erthogrol membangun daerah tersebut dengan Syukut atau Suyut sebagai ibu kotanya.[6]Sepeninggal Erthogrol tahun 1289 M, atas persetujuan Sultan Alaudin ll, kedudukan Erthogrol digantikan oleh putranya, Utsman, yang memerintah Turki Utsmani antara tahun 1290-1326 M.
Serangan Mongol terhadap Saljuk pada tahun 130 M menyebabkan Sultan Alaudin II dinasti ini terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan Kecil. Dalam kondisi kehancuran Saljuk inilah, Utsman mengklaim kemerdekaan secara penuh atas wilayah yang didudukinya, sekaligus memproklamasikan berdirinya kerajaan Turki Utsmani. Ibu kotanya dipindahkan dari Syukut atau Suyut ke Qurah Hishar atau Karajahishar. Kekuatan militer Utsman menjadi benteng pertahanan sultan dinasti-dinasti kecil dari ancaman bahaya serangan Mongol. Secara tidak langsung, mereka mengakui Utsman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar Padiansyah Ali Utsman. Wilayah kekuasaannya meliputi Asia Kecil dan daerah Trace (354 M), selat Dardaneles (1361 M), Casablanca (1389 M), juga menaklukkan kerajaan Romawi (453 M) dan Dinasti Mamalik (517 M).
2.      MASA PEMERINTAHAN TURKI UTSMANI
a.       Masa Pemerintahan Usman I (1294 – 1326 M)
Setelah Al-thugril meninggal dunia, kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya, Usman. Putera Al-thugril inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Utsmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300M) setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Byzantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.[7]
b.      Masa Pemerintahan Orkhan (726 H/1326M¬ – 761 H/1359M)
Pada masa pemerintahan Orkhan, Kerajaan Turki Utsmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330M), Uskandar (1338M), Ankara (1354M), dan Gallipoli (1356M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertamakali diduduki kerajaan Utsmani.[8]
Faktor penting yang mendukung keberhasilan ekspansi adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan di mana saja.
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur militer Utsmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri nonmuslim.
Di samping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani.
c.       Masa Pemerintahan Murad I (761 H/1359 M -789 H/1389 M)
Ketika Murad I, pengganti Orkhan, berkuasa, selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel (yang kemudian dijadikannya sebagai ibu kota kerajaan yang baru), Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Hongaria.
d.      Masa Pemerintahan Bayazid I (1389 - 1403 M)
Sultan Bayazid I, pengganti Murad I, dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
e.       Masa Pemerintahan Muhammad I (1403 -1421 M)
Kekalahan Bayazid di Ankara membawa akibat buruk bagi Turki Usmani. Penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera-putera Bayazid saling berebut kekuasaan.
Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I dapat mengatasinya.[9] Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti sediakala.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-puteranya satu sama lain saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun, pada saat seperti itu juga terjadi perselisihan antara putra-putra Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman).
f.       Masa Pemerintahan Murad II (1421 – 1451 M)
Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri.
Usahanya ini diteruskan oleh Murad II, sehingga Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad al-Fatih.
g.      Masa Pemerintahan Muhammad al-Fatih atau Muhammad II bin Murad II (1451 – 1481 M)
Setelah Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Utsmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad al-Fatih (sang penakluk). Ia diberi gelar Al-Fatih karena dapat menaklukan Konstatinopel, yang sudah lama ditunggu-tunggu umat Islam sesuai yang dijanjikan Rasulullah. Diceritakan bahwa tentara Muhammad al-Fatih tidak pernah meninggalkan sholat wajib dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan sholat tahajud sejak baligh. Hanya Muhammad al-Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan sholat wajib, tahajud, dan rawatib sejak baligh hingga kematiannya.
Muhammad al-Fatih berusaha membangunkan kembali sejarah gemilang umat Islam sampai dapat menaklukan Konstatinopel sebagai ibu kota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya.
Muhammad al-Fatih dianggap sebagai pembuka pintu bagi perkembangan Islam. Tiga alasan Muhammad al-fatih menaklukan kota Konstatiopel:
1.      Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
2.      Kota Konstatinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Ramawi.
3.      Negerinya sangat indah dan letaknya yang strategis untuk dijadikan pusat kerajaan.

h.      Sultan Bayazid II (1481-1512 M)
i.        Masa Pemerintahan Salim I (1512 – 1520 M)
Ketika Sultan Salim I naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan dinasti Mamalik di Mesir.
j.        Masa Pemerintahan Sulaiman al-Qanuni (1520 – 1566 M)
Usaha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki usmani pada masa Sultan Sulaiman al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin dan patuh terhadap peraturan.[10] Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-’alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni.
Pada masa Sulaiman ini di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol.
Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari. Mesjid-mesjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada masa Turki Ustmani tarekat mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer
Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan, Asy’ariyah mendapatkan tempatnya. Selain itu para ulama banyak menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik.
k.      Masa Pemerintahan Salim II (1566 – 1573 M)
Setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II. Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
l.        Masa Pemerintahan Murad III (1574 – 1595 M)
Sultan Murad III berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, namun Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun kehidupan moral Sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri.
m.    Masa Pemerintahan Muhammad III (1595 – 1603 M)
Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
n.      Masa Pemerintahan Ahmad I (1603 – 1617 M)
Sultan Ahmad I sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memudar.
o.      Masa Pemerintahan Mustafa I (1617 – 1623 M) dan Usman II (1618 – 1622 M)
Sesudah Sultan Ahmad I, situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II. Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut.
p.      Masa Pemerintahan Murad IV (1623 – 1640 M)
Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV. Pertama-tama ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukan Jenissari’ yang pernah menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
q.      Masa Pemerintahan Ibrahim (1640 – 1648 M)
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan Ibrahim, karena ia termasuk orang yang lemah. Pada masanya ini orang-orang Venetia melakukan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) ke kedudukan sebagai wazir atau shadr al-a’zham (perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia berhasil mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatannya dipegang oleh anaknya, Ibrahim.
Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama sekali. Karena itu, ia menyerbu Hongaria dan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun.
Pada tahun 1699 M terjadi “Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg; dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Venetia.
r.        Masa Pemerintahan Mustafa III (1757 – 1774 M)
Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III yang segera dapat mengkonsolidasi kekuatannya.
s.       Masa Pemerintahan Abd al-Hamid (1774 – 1789 M)
Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abd al-Hamid, seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinerja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain :
·         Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih.
·         Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
3.      PERKEMBANGAN TURKl UTSMANI
Turki Utsmani yang didirikan Utsman ibnu Erthogrol ini selanjutnya diperintah oleh 36 sultan keturunannya. Empat sultan di antaranya paling terkenal dalam penjarahan ke berbagai daerah yaitu Muhammad II (1451-1481 M), Bayazid ll (481-1512 M), Salim I (152-1520 M), dan Sulaiman 1 (520-1566 M). Oleh karena itu, masa pemerintahan Utsman I sampai Sulaiman I dikenal sebagai masa penaklukan dan perluasan daerah kekuasaan.
Pemerintahan yang dijalankan Turki Utsmani menurut Hitti[11] dan Lapidusio[12] bercorak militer. Sementara itu, Hodgson[13] menyebutnya dengan aliansi antara syariat dan militer. Ketika Sultan Salim I berhasil menaklukkan Mesir tahun 1517 M dari tangan pemerintahan Mamluk, khalifah Abbasiyyah terakhir yang bernama Mutawakkil menyerahkan jabatan khalifah kepadanya. Sejak saat itu, Turki Utsmani di samping sebagai sebuah kesultanan sekaligus juga kekhalifahan yang membawa aspek syariat. Sultan Salim I dan sultan-sultan sesudahnya memegang jabatan rang yakni sebagai Sultan dan Khalifah. Jabatan rangkap tersebut mereka sandang hingga Kemal Attaturk menghapuskannya pada tahun 1924 M.
4.      KEMAJUAN TURKI UTSMAN
a.       Bidang Militer dan Perluasan Wilayah
Setelah perang dengan Bizantium khalifah Orkhan mendirikan sebuah kesatuan militer bernama Jenissari atau Inleisariyah (Arab) sebagai pusat pendidikan dan pelatihan militer. Kebijakan kemiliteran ini dikembangkan pengganti Orkhan, yaitu Murad dengan membentuk sejumlah korps atau cabang-cabang Yeniseri. Kekuatan militer Jenissari ini berhasil mengubah negara Utsmani yang baru lahir menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan sangat besar bagi penaklukan negeri-negeri non-muslim.[14]
Pada tahun 1365, Andriannopel ditaklukkan kemudian kota Macedonia, Bulgaria dan Serbia. Diantara 37 penguasa yang memimpin Turki Utsmani, Sultan Muhammad II pantas untuk menyandang ar al-Fatih (sang penakluk) atas keberhasilannya menaklukkan kekuatan terakhir imperium Romawi Timur yang berpusat di kota Konstantinopel pada tahun 1453. Pertahanan istana hancur dan sang kaisar terbunuh bersama sejumlah pasukannya. Muhammad al-Fatih kemudian melanjutkan penaklukan ke semenanjung Maura, Serbia, Albania sampai ke perbatasan Bundukia.
b.      Bidang Pemerintahan
Bentuk kerajaan Turki Utsmani didasarkan kepada sistem feodal yang ditiru langsung dari kerajaan Bizantium. Dalam sistem pemerintahan, sultan adalah penguasa tertinggi dalam bidang agama, politik, pemerintahan bahkan masalah-masalah perekonomian. Pelantikan sultan mengikuti sistem feodal. Pada mulanya sultan-sultan ini terdiridari amir amir yang menjadi tuan tanah pada masa kerajaan Saljuk yang berpusat di Konya. Orkhan adalah salah seorang dari amir amir itu yang kemudian memproklamasikan dirinya sebagai seorang sultan. Setelah itu, Bayazid l juga bergelar dengan Sultan ar Rum, pemimpin negara Islam. Murad Il misalnya telah menggunakan gelar Sultan al-Barrain wal Bahrain (sultan di dua benua dan lautan), Murad I menggelari dirinya dengan “Khalifah Allah di Bumi” setelah berhasil menaklukkan Andrianopel.
Orang kedua yang berkuasa adalah wazir besar. Ia adalah ketua badan penasihat kesultanan yang membawahi semua wazir dan amir. Sebagai simbol kekuasaannya, ia diangkat sebagai wakil sultan. Di samping itu, di setiap daerah ada seorang qadi, pimpinan agama yang mempunyai kekuasaan untuk menjalankan hukum pidana dan perdata menurut syariat Islam berdasarkan Alquran dan al-Hadits, Sejak masa pemerintahan Salim dibentuk pula Majelis Syeikhul Islam (mufti) yang berkedudukan di lstambul. Tugas utamanya adalah memberikan fatwa dalam semua permasalahan agama, termasuk keputusan perang terhadap sesama muslim. Misalnya, Mufti Sultan Salim I membenarkan peperangan menentang orang lslam Mesir Mufti juga diberi hak untuk melantik pegawai-pegawai istana di ibu kota Istambul.[15]
c.       Bidang Agama dan Budaya
Kehidupan keagamaan merupakan bagian dari sistem sosial dan politik Turki Utsmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini kehidupan tarekat berkembang pesat. Al-Bektasi dan al-Maulawi merupakan dua ajaran tarekat yang paling besar. Al-Bektasi merupakan tarekat yang sangat berpengaruh terhadap tentara Yeniseri, sedangkan al-Maulawi berpengaruh besar di kalangan penguasa sebagai imbangan dari kelompok Yeniseri Bektasi.
d.      Bidang Intelektual
Kemajuan bidang intelektual Turki Utsmani tampaknya tidak lebih menonjol dibandingkan bidang politik dan kemiliteran. Aspek-aspek intelektual yang dicapai adalah sebagai berikut.
1)      Terdapat dua buah surat kabar yang muncul pada masa ini, yaitu:
(i)     Berita harian Takvini Veka (1831)
(ii)   Jurnal Tasviri Efkyar (1862) dan Terjumani Ahval (1860).
2)      Pendidikan.
      Terjadi transformasi pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah (madrasah) dasar, menengah (1861) dan perguruan tinggi (1869), fakultas kedokteran dan fakultas hukum, serta mengirimkan para pelajar yang berprestasi ke Prancis untuk melanjutkan studinya yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Ulama dan sejumlah karyanya yang dihasilkan pada masa Turki Utsmani.[16]
(1)   Mustafa Ali (1541-1599 M), ahli sejarah, karyanya antara lain Kunh al-Akhbar, tentang sejarah dunia sejak Adam as sampai Yesus, sejarah Islam awal hingga Turki Utsmani;
(2)   Evliya Chelebi (1614-1682 M), ahli ilmu sosial, karyanya antara lain Seyabat Name (Buku Pedoman Perjalanan), tentang masyarakat dan ekonomi Turki Utsmani;
(3)   Arifi (w. 1561 M) sejarawan istana, karyanya antara lain Shah-Name-i Ali Osman, cerita tentang keluarga raja-raja Utsmani.34 3)
3)      Sastra dan Bahasa.
      Munculnya sastrawan-sastrawan dengan hasil karyanya setelah menamatkan studi di luar negeri seperti Ibrahim Shinasi pendiri surat kabar Tasviri Et'kyar. Di antara karya yang dihasilkannya adalah The Poets Wedding (komedi) Salah seorang pengikutnya adalah Namik Kemal dengan karyanya Fatherland atau Silistria. Di samping itu, terdapat Ahmad Midhat dengan Entertaining Tales dan Mehmed Taufiq dengan Year in Istanbul.
5.      KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN TURKI UTSMANI
Setelah pemerintahan Sulaiman I, Dinasti Turki Utsmani mengalami masa kemunduran yang disebabkan dinasti ini hanya memperkuat benteng pertahanan dari serangan-serangan Barat.[17] Kenaikan Sultan Salim II (1566-1574) telah dianggap oleh ahli sejarah sebagai titik permulaan keruntuhan Turki Utsmani dan berakhirnya zaman keemasannya. Hal ini ditandai dengan melemahnya semangat perjuangan prajurit Utsmani yang menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi musuh-musuhnya.
Pada tahun 1663, tentara Utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan Hongaria. Tahun 1676 Turki kalah dalam pertempuran di Mohakez, Hungaria, dan dipaksa menandatangani perjanjian Karlowitz pada tahun 1699, yang berisi pernyataan bahwa seluruh wilayah Hungaria sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada penguasa Uenetia. Kemudian tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul Hamid, terpaksa menandatangani perjanjian dengan Rusia, yang berisi pengakuan kemerdekaan crimenia dan penyerahan benteng benteng pertahanan di Laut Hitam, serta memberikan izin kepada Rusia untuk melintasi selat antara Laut Hitam dengan Laut Putih.
Pada tahun 1772 Mamalik berhasil menguasai Mesir kembali, Syiria dan Lebanon memberontak dipimpin oleh Druz dan Fahruddin Di Arabia, timbul gerakan pemurnian Muhammad ibnu Abdul Wahab bergabung dengan kekuatan Ibnu Saud, yang berhasil memperluas wilayah kekuasaan di sekitar Jazirah Arab. Pada perang dunia I tahun 1918, Turki bergabung dengan Jerman dan mengalami kekalahan, sehingga harus menyerahkan semua wilayahnya kepada pemenang perang. Yunani hendak menjajah, namun Mustafa Kemal Attaturk berhasil mengusirnya dan membentuk Negara Republik Turki (1924) serta menghapuskan kekhilafahan Islamiyah Turki Utsmani.
Faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Utsmani[18] mengalami kemunduran dan akhirnya mengalami kehancuran adalah sebagai berikut
a.       Faktor Internal
1.         Luasnya wilayah kekuasaan
2.         Heterogenitas penduduk
3.         Kelemahan para penguasa
4.         Budaya pungli
5.         Pemberontakan tentara Jenniseri
6.         Merosotnya ekonomi
7.         Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
b.      Faktor-Faktor Eksternal
1.         Timbulnya gerakan nasionalisme. Bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki selama berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut. Kekuasaan Turki atas mereka bermula dari penaklukan dan penyerbuan. Meskipun Turki telah berbuat sebaik mungkin kepada pihak yang dikuasai, mereka beranggapan bahwa Turki adalah orang asing yang menaklukkan mereka. Ketika Turki melemah, mereka bangkit untuk melepaskan diri dari cengkeraman kerajaan tersebut.
2.         Terjadinya kemajuan teknologi di Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. Sementara itu, di Turki terjadi stagnasi ilmu pengetahuan sehingga ketika terjadi kontak senjata antara kekuasaan Turki dengan kekuatan dari Eropa, Turki selalu menderita kekalahan karena masih menggunakan senjata tradisional sedangkan Eropa telah menggunakan senjata modern.

B.     DINASTI SAFAWI (1501-1732 M)

1.      PENDIRIAN DINASTI SAFAWI
        Safi al-din (pendiri tarekat Safawiah), menurut satu riwayat adalah keturunan Musa al-Kazhim, imam ketujuh syi'ah ltsna Asyariah. Tarekat ini mengubah gerakan keagamaan menjadi gerakan politik. Gerakan politik yang pertama dilakukan oleh Ismail ibnu Haidar (1501 M) dengan menaklukkan Anatolia (ketika itu berada di bawah kekuasaan Qara Qayunlu dan Aq-Qayunlu dari Turki). Ismail ibnu Haidar (Isma’il) adalah khalifah pertama Dinasti Safawi dan menjadikan Syi'ah sebagai mazhab resmi negara.[19]
        Persaingan antara Safawi dengan Turki Utsmani ditandai dengan perang berkepanjangan. Perang berlangsung selama kepemimpinan lsma’il 1 (501-1524 M), Tahmasp I (524-1576 M), Isam'il (1576-1577 M), dan Muhammad Khudabanda (15TT-1587 M). Akhirnya, Abbas (1588-1628 M) melakukan perjanjian dengan Turki Utsmani. Dengan perjanjian itu, Abbas I harus menyerahkan Azerbaijan, Georgia, dan sebagian Khuziztan kepada Turki Utsmani; dan kepemimpinan Abbas berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam khotbah Jumat. Masa pemerintahan Abbas merupakan zaman keemasan Dinasti Safawi.[20]
2.      KEMAJUAN DINASTI SAFAWI
Menurut Marshal GS. Hodgson yang dikutip Jaih Mubarok (2004: 133), pada zaman Khudabanda (1666), Isfahan memiliki 162 masjid, 48 perguruan, 162 caravansaries, dan 213 tempat pemandian umum yang hampir seluruhnya dibangun oleh Abbas l dan penggantinya, Abbas II. Pada tahun 1510 M, sekolah seni lukis Timuriah dipindahkan dari Herat ke Tibriz. Di sekolah ini diterbitkan buku Syah Nameh (buku tentang raja-raja) yang memuat lebih dari 250 lukisan. Ulama yang muncul pada zaman Safawi di Persia adalah:
a.       Baha' al-Din al-Amili (generalis ilmu pengetahuan).
b.      Sadr al-Din al-Syi (filsuf), dikenal dengan Mulla Shadra (w. 164 M). 92.
c.       Muhammad Bagir ibnu Muhammad Damad (filsuf, ahli sejarah, dan teolog). Beliau pernah melakukan penelitian (observasi) tentang kehidupan lebah. Ia wafat pada tahun 1631 M.
3.      KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DINASTI SAFAWI
  Setelah Abbas I, Dinasti Safawi mengalami kemunduran. Sulaiman, pengganti Abbas I, melakukan penindasan dan pemerasan terhadap ulama Sunni dan memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka. Penindasan semakin parah terjadi pada zaman sultan Husein, pengganti Sulaiman. Penduduk Afgan (saat itu bagian dari Iran) dipaksa untuk memeluk Syi’ah dan ditindas. Penindasan ini melahirkan pemberontakan yang dipimpin oleh Mahmud Khan (Amir Kandahar), sehingga berhasil menguasai Herat, Masyhad, dan kemudian merebut Isfahan (l772 M). Setelah itu, Safawi diserang oleh Turki Utsmani dan Rusia.[21]
Wilayah Armenia dan beberapa wilayah Azerbaijan direbut oleh Turki Utsman, sedangkan beberapa wilayah provinsi laut Kaspia di Jilan Mazandaran, dan Asterabad direbut oleh Rusia.319 Setelah sebagian besar wilayah dikuasai oleh Afghan, Turki Utsmani dan Rusia, Nadir Syah (dinasti Ashfariah) rena mendapat dukungan dari suku Zand di Iran Barat menundukkan dinasti Safawiah. Nadir syah (bergelar syah Iran) memadukan Sunni-Sy’iah untuk mendapat dukungan dari Afgan dan Turki Utsmani; dan ia mengusulkan agar mazhab fikih Ja'fari (Syi'ah) dijadikan mazhab hukum yang kelima oleh ulama Sunni. Dinasti safawi pimpinan Nadir Syah kemudian ditaklukkan oleh Dinasti Qajar.

C.   DINASTI MUGHAL (526-1857 M)

1. PENDIRIAN DINASTI MUGHAL
 Ibrahim Lodi (cucu sultan Lodi), sultan Delhi terakhir, memenjarakan sejumlah bangsawan yang menentangnya. Hal itu memicu pertempuran antara Ibrahim Lodi dengan Zahirudin Babur (cucu Timur Lenk) di Panipazh (1526 M). Ibrahim Lodi terbunuh dan kekuasaannya berpindah ke tangan Babur; sejak itulah berdiri Dinasti Mughal di India, dan Delhi dijadikan ibu kota.
2.      PERKEMBANGAN POLITIK DAN ILMU PENGETAHUAN
 Setelah meninggal, Zahirudin Babur diganti oleh anaknya, Nashirudin Humayun (1530-1556 M); kemudian Nashirudin Humayun diganti oleh anaknya, Akbar Khan (1556-1605). Pada zamannya, Dinasti Mughal mencapai puncak kejayaan.[22]
Akbar Khan menjalankan pemerintahan dengan sistem militeristis. Pemerintah pusat dipimpin oleh raja; pemerintah daerah dipimpin oleh kepala komandan (Sipah salat); dan pemerintahan sub-daerah dipimpin oleh komandan (Faudjat). Akbar menerapkan sistem politik Sulh e-kul (toleransi universal), yaitu pandangan yang menyatakan bahwa derajat semua penduduk adalah sama. Akbar pun membentuk Din Ilahi dan mendirikan Mansabahari (lembaga pelayanan umum yang berkewajiban menyiapkan segala urusan kerajaan, termasuk menyiapkan sejumlah pasukan,351
Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya, yaitu Jehangir (605-1628 M), Syah Jehan (628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). Kemantapan di bidang politik membawa kemajuan pada bidang lain seperti ekonomi dengan mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, hasilnya diekspor ke Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara.
Bidang seni dan budaya pun berkembang seperti karya sastra gubahan penyair istana yang berbahasa Persia maupun India. Hasil kemajuan tersebut misalnya: karya besar berjudul Padmavat yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia hasil karya penyair terkenal yang Malik Muhammad Jayazi; karya Akhbar Nama dan Aini Akhbari memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figur pemimpinnya hasil karya sejarawan Abu Fadl pada masa Aurangaeb: lstana FatpuSikri di Sikri villa, dan masiid masjid yang indah dibangun pada masa Akbar. Ada juga Masjid Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi, dan istana indah di Lahore dibangun pada masa Syah Jehan yang masih ada sampai sekarang.[23]
3.         KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DINASTI MUGHAL
        Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M, kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam
        Sementara itu, para pedagang Inggris (EIC) untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India yang didukung oleh kekuatan bersenjata menjadi semakin kuat menguasai wilayah pantai. Pada akhirnya, EIC menguasai Mughal, Bahadur Syah, raja Mughal terakhir diusir dari istana pada tahun 1858. Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan Dinasti Mughal di daratan India.   Menurut Badri Yatim,[24] faktor-faktor yang menyebabkan kekuasaan Dinasti Mughal itu mundur dan membawa pada kehancurannya tahun 1858 M adalah sebagai berikut.
a.       Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
b.      Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, Yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara
c.        Pendekatan Aurangzeb yang terlampau "kasar" dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar-agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
d.     Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang- orang lemah dalam bidang kepemimpinan.


BAB III

PENUTUP

A.   KESIMPULAN

Zaman ketiga kerajaan berlangsung selama 625 tahun (1299-1924). Tiga kerajaan besar yang dimaksud itu adalah Utsmani di Turki, Safawi di Persia, dan Mughal di India. Ketiga kerajaan besar tersebut mempunyai kerajaan masing-masing, masa kepemerintahannya berlangsung silih berganti, sistem kepemimpinannya berbeda-beda, kemajuan ketiga kerajaan terebut terlihat dari segi politik, ilmu pengetahuan atau agama serta seni dan budaya.
Puncak kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Utsmani terjadi pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M), puncak kemajuan kerajaan Safawi pada masa pemerintahan Abbas I, puncak kemajuan kerajaan Mughal pada masa Kerajaan Sultan Akbar (1542-1605 M). Setelah masa tiga orang raja besar di tiga kerajaan tersebut, kerajaan-kerajaan itu mulai mengalami kemunduran. Proses kemunduran itu berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-berbada. Kemunduran itu berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kemunduran itu terjadi sekitar 250 tahun (1250-1500).
Kemajuan tiga kerajaan itu tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan serangan dari luar akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan kekuatan lain; kerajaan Utsmani digantikan republik Turki (1924), Safawi di Persia digantikan oleh Dinasti Qajar (1925), dan kerajaan Mughal digantikan oleh penjajah Inggris (1875-1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan umat islam “tidak berhasil “dan umat islam mengalami fase kemunduran keduan. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napolian dari Prancis tahun 1798.

 

DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Suntiah, Ratu dan Maslani. 2017. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Jaih Mubarok. 2004. Sejarah Peradaban Islam.Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Carl Brockelmann. 1994. History of the Islamic Peoples. London: Rout Ledge
C.E. Bosworth. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan
Muhammad Syakir AS. 1980. Tarikh al-Islami. Jilid VIII. Mesir: Dar an-Nahdah
K. Ali. 1980. Study of Islamic History. Delhi: Idarat-I Adabiyat-i
Philip K. Hitti. 1970. History of The Arabs. Tenth Edition. New York: MacMillan



[1] Ahmad Syalabi, 1988, Imperium Turki Utsmani, Teri. Oleh Aceng Bahauddin, Jakarta Kalam Mulia. h. 2.
[2] Carl Brocleman, 1980, History of the islamic People, London: Routledge, h. 260.
[3] CE. Bosworth, 1993, Dinasti-dinasti Islam, Terj. oleh Ilyas Hasan, Bandung Mizan, h, 163.
[4] K Ali, 1996, Sejarah Islam, Teri. oleh M. Nasir Budiman, lakarta: RajaGrafindo Persada, h, 361.
[5] Muhammad Syakir, 1980, Tarikh al-Islami, Jilid VII. Mesir: Dar an-Nahdah, 59.
[6] Ibid: Ahmad Abd Rahim, 1982, Fi Usul Tarikh al Utsmani, Beirut Daar al Nahdhah al-Arabiyah, h 16-18; Ira M.      lapidus, 1991. A History of Islamic Societies, New York: Cambridge University Press, h. 306.
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 130
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 131
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, M. A. h. 131
[10] Sejarah Peradaban Islam, Dr. Badri Yatim, M. A. h. 132-133.
[11] Philip K Hitti, History of the Arabs, Tenth Edition, New York. MacMillan, 1970, h. 715-716.
[12] Ira M. lapidus, op. cit., h. 322.
[13] Marshal GS. Hodgson, The Venture of Islam, vol. III, Chichago: Chichago University Press, 1961, h. 99.
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, h. 134.
[15] Badri yatim, op.cit. h.137.
[16] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban lslam, Bandung Pustaka Bani Quraisy, 2004. h. 115.

[17] Carl Brocleman, op. cit., h. 295-297.
[18] Badri Yatim, op. cit., h. 167-168.
[19] Jaih Mubarok, op.cit., h.132.
[20] Ibid.
[21] Ibid,h.300
[22] Ibid, h. 137.
[23] Badri Yatim, op. cit., h.151.
[24] Ibid, h. 163.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Litosfer

Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Litosfer Makalah ini ditunjukkan untuk memenuhi tugas mata pelajaran geografi. Hana Qonitah X Geografi SEKOLAH MENENGAH ATAS ISLAM TERPADU HARAPAN UMAT 2014/2015 Kata pengantar Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Litosfer”. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan suri tauladan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para keluarganya, para sahabatnya dan para umatnya hingga akhir zaman. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran geografi, serta bertujuan agar pembaca dapat mengetahui tentang Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Litosfer. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu dalam proses penyelesaian mak

makalah sejarah kerajaan islam di pulau jawa

Tugas Sejarah Kerajaan Islam di Pulau Jawa                     Tahun ajaran 2014/2015 Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu  Harapan Umat KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Kerajaan Islam di Pulau Jawa ”. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan suri tauladan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para keluarganya, para sahabatnya dan para umatnya hingga akhir zaman. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran sejarah, serta bertujuan agar pembaca dapat mengetahui penyebaran islam di Indonesia melalui kerajaan-kerajaan islam di pulau Jawa . Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat